Minggu, 01 Februari 2009

punk gag boleh masuk TV?



Penayangan acara “Urban” yang berjudul “Generasi Punk” dari RCTI pada 15 Januari yang lalu telah menimbulkan pro dan kontra dalam komunitas punk di seantero tanah-air. Banyak yang memberi komentar lewat SMS pada komunitas Taringbabi yang mempertanyakan, mengapa Marjinal mau muncul dalam program TV, dan masih banyak lagi ledekan sinis atas nama scene punk. Semua itu diterima dengan lapang dada di komunitas Taringbabi. Semua perhatian itu adalah bentuk rasa sayang kawan-kawan pada kami di Taringbabi. Kami merasa tersanjung dan mengucapkan puji syukur atas komentar, pertanyaan, celetukan, sinisme. Semua itu kami anggap sebagai awal dari ajakan dialog secara terbuka.

Perlu kami beritahukan kepada kawan-kawan, kronologi sebagai berikut:

26 Desember 2007, datanglah reporter RCTI, Dicky dan kameramen Wayan bersama rekan kerjanya ke Taringbabi. Dalam awal pembicaraan, mereka bermaksud membuat liputan tentang komunitas punk untuk program bernama “Urban”. Sebelumnya mereka telah melakukan liputan pada scene punk di Bandung, khususnya yang nongkrong di Bandung Indah Plaza (BIP). Tapi mereka tidak mendapatkan sesuatu hal yang bernas, bahkan mereka tidak mengerti apa itu punk. Mendengar hal tersebut, kami menyambut maksud mereka yang ingin melihat sisi lain dari komunitas punk — yang lain dari hasil liputan TV pada umumnya, yang hanya menyorot punk yang nongkrong kagak ngapa-ngapain.

Kameramen mulai merekam suasana di Taringbabi. Dari yang bikin clothing/sablon, nyetak emblem, cukil kayu dan melakukan wawancara kepada Mike dan Een (seorang dosen yang menjadi nara sumber) dengan tema: kegiatan sehari-hari Taringbabi, interaksi dengan tetangga dan masyarakat di Setu Babakan, Jagakarsa. Disamping itu sang reporter banyak menanyakan kawan-kawan yang berada di jalan (street punk). Secara gamblang Mike menjelaskan bahwa pilihan mereka untuk hidup dan menghidupi jalanan adalah sesuatu yang harus diacungi rasa hormat. Masalahnya, sebagian masyarakat (disamping media) yang selalu memojokkan street punk karena melihat dandanannya yang tidak lazim itu, dan memberi stigma negatif.

Selama ini dalam program-program TV nasional/lokal dengan gamblang menempatkan punk secara negatif. Ingat program “7 Hari Menuju Tobat” dari La Tivi yang memposisikan punker sebagai pendosa. Belum lagi iklan obat influenza yang menggunakan model punker secara negatif, konyol dan oon. Belum lagi pemberitaan media koran: ingat berita “Punk merusak mushola” di Bogor, berita yang tidak akurat dan tanpa proses verifikasi. Belum lagi aksi penggarukan terhadap kawan-kawan di jalanan dalam operasi yustisia oleh aparat trantib. Semua itu… harus disikapi!

Apa yang dilakukan crew TV Jerman dan apa yang mereka dapatkan, menurut hemat kami di Taringbabi, adalah sama seperti apa yang dilakukan crew RCTI ketika meliput untuk “Urban”, tapi secara langsung dapat disaksikan oleh publik (khususnya: para punker yang masih melek pada pukul 11.30 lewat: kasihan deh lho!) Lalu so wahat gitu lho! Mengapa kita menaruh syak wasangka pada liputan “Urban” kalau itu menyampaikan pesan perjuangan punk: “Anti penindasan, anti fasisme, hidup mandiri, selalu kreatif dan peduli sesama”.

2 komentar:

  1. PUNK = People Unity Non Kingdom ---> menurut sumber aslinya
    PUNK = Pemuda Urakan Nan Kreatif ---> menurut bob oi and mike
    PUNK = Pemuda Unik N Keren ---> menurut mantan2 gw,,,hhhaaaiii
    PUNK = Perubahan Untuk Nasionalis Kita ---> menurut street punk cengkareng
    PUNK = Persatuan Untuk Nolong Kawan ---> menurut siapa y??? gw lupa

    BalasHapus